December 31, 2005

PUNKER JUGA MANUSIA


Besok, tanggal 12 November, mengingatkan agenda yang dikemas oleh RUMAH PELANGI tepat satu tahun yang lalu. Acara tersebut berjudul KAFILAH YANG TERTINGGAL, yakni berupa pembacaan puisi dan gerak teatrikal rekan-rekan di jalan Kawedanan, Muntilan dalam upaya menyambut lebaran. Kegiatan ini berawal dari keinginan rekan-rekan untuk mengadakan buka bersama di RUMAH PELANGI. Namun rasanya lebih tepat jika hal tersebut juga dinikmati oleh orang banyak. Tiga hari menjelang tanggal tersebut baru diputuskan format acara lalu mencari tempat yang memungkinkan serta segera mengurus perijinan. Dari alternatif yang ada terpilihlah Jl. Kawedanan yang merupakan suatu jalan cukup lebar (2 arah) sepanjang 50 meteran berujung di (bekas) kantor Kawedanan dimana disisi kiri dan kanan adalah rumah penduduk. Di pintu masuk jalan itu merupakan jalan Pemuda, yakni jalan utama di kota Muntilan. Kita menggunakan kurang dari setengah ruas jalan tersebut sehingga kendaraan masih bisa masuk-keluar kawasan dengan leluasa.

Dari segi tampilan acara tersebut bisa dikatakan tidak sukses. Berdasarkan evaluasi teridentifikasi dua hal utama, yakni:

1. Persiapan yang kurang, karena acara tersebut benar-benar mendadak (disiapkan tiga hari).
2. Perijinan yang dipertanyakan. Permintaan penggunaan tempat tersebut sudah diijinkan oleh beberapa tokoh kampung sesuai petunjuk dari mereka. Surat dari Polsek setempat pun sudah dikantungi. Namun, pada saat acara beberapa orang silih berganti bertanya-tanya sehingga mengganggu konsentrasi rekan-rekan.

Dari sudut semangat rekan-rekan untuk berpartisipasi saya salut. Bagaimana tidak? Dalam suasana puasa mereka bekerjasama mempersiapkan segala sesuatunya. Properti yang digunakan sangatlah sederhana. Menggunakan kain-kain yang ada, memanfaatkan daun-daun kering serta meminjam kotak-kotak buah milik pedagang terdekat akhirnya terbentuklah panggung sederhana beralaskan aspal. Penyelenggaraan acara tersebut didanai dari patungan dari rekan-rekan. Adapun kebanyakan dari mereka adalah pelajar SMA dan pengangguran. Kolekte uang yang terkumpul terhitung kurang lebih Rp 50.000,- dan dibelikan makanan untuk menu buka bersama. Nominal itupun pada akhirnya tertutup juga karena selama beberapa teman mengatur tempat, teman yang lain berinisiatif bermain musik di keramaian jalan pemuda dan mendapatkan sumbangan sepanjang jalan itu.

Keterlibatan orang di acara itu sampai berakhirnya kurang lebih ada 30 remaja dan dewasa. Total anak yang terlibat adalah dua orang usia SD. Salah seorang diantaranya bernama NANA, anak kelas 3 SD Pangudi Luhur, Muntilan. Hal yang menggelikan adalah ketika seorang rekan yang bernama CHOLIL mengatur rambutnya dengan gaya punk. Yakni mencuat keatas. Njeprak bahasa jawanya. Tentu saja dengan pernak-pernik miliknya. Selama menjelang acara NANA ini sangat berhasrat untuk ikut sehingga semenjak pagi dia bolak balik ke RUMAH PELANGI bertanya kapan berangkatnya. Begitu rambut CHOLIL berdiri, NANA tidak kelihatan batang hidungnya. Saya cari di beberapa sudut kampung tidak juga ditemukan. Akhirnya ada rekan lain yang bisa mengajak ke Jalan Kawedanan. Pada saat itu sama sekali kita tidak tahu kalau ternyata dia ketakutan dengan CHOLIL. Selama acara berlangsung pun kita tidak menyadarinya. Hal tersebut terungkap satu hari setelahnya. Setiap bertemu NANA, dia selalu menanyakan apakah CHOLIL ada di RUMAH PELANGI. Padahal sebelumnya keduanya sangat akrab dan sering bercanda.

Namun sekarang semuanya telah berlalu karena CHOLIL sudah bekerja di Pontianak. NANA sudah tidak ketakutan, tentu saja karena tidak bertemu CHOLIL. CHOLIL sering mengirim pesan, apakah ada agenda-agenda terdekat di RUMAH PELANGI...

RUMAH PELANGI menjalankan aktifitasnya bukan karena satu unsur agama, namun mempunyai keyakinan bahwa semua agama baik adanya. Selain pernah mengadakan acara untuk menyambut datangnya Idul Fitri tersebut diatas, RUMAH PELANGI diberi kesempatan untuk pentas tari di halaman gereja. Hal tersebut dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2005 sore hari, seusai misa kemerdekaan di Gereja Santo Antonius Muntilan. Lebih dari separuh penari beragama Islam. Bahkan, karena area gereja yang luas dan jauh dari keramaian, rekan-rekan sering menggunakan tempat itu untuk bercengkerama dan berlatih.

Akankah semangat seperti itu pudar karena kita tidak memberikan kesempatan pada mereka?

Akankah potensi remaja-remaja ini hilang sia-sia?

Ada beberapa sahabat yang sudah menyediakan diri untuk membantu. FORUM INDONESIA MEMBACA menyumbangkan satu unit komputer. Satu orang teman menyumbangkan USB-FLASH DISH. Ada sahabat lain yang sebelumnya tidak kenal sudah bersedia untuk sedikit membantu secara rutin per bulan.
Dimanakah peran kita??