May 18, 2006

RUMAH PELANGI ikutan ngungsi



Bagi penduduk sekitar, gunung Merapi merupakan karunia yang luar biasa. Bahkan letusannya diyakini sebagai pertanda cintanya dengan masyarakat. Abu vulkanik yang dihembuskan menyuburkan tanah sekitar. Pasir yang dikeluarkan merupakan berkah tersendiri. Demikian pula bagi masyarakat. Mereka sudah menyatu dengan Merapi. Kejadian gempa, keluarnya lava, munculnya wedhus gembel adalah hal biasa.

Lihatlah kejadian yang berlangsung lebih dari satu bulan ini. Berdasarkan pengamatan pihak-pihak vulkanologis yang menggunakan alat canggih Merapi dinyatakan berbahaya bagi masyarakat sekitar. Namun mereka enggan juga mengungsi. Mereka lebih menggantungkan pada tanda-tanda alam yang dipercayainya akan menuntun mereka kapan harus menjauh dari Merapi untuk sementara.

Kesatuan rohani yang dijalin diantara mereka memberikan sikap hidup pada masyarakatnya untuk mengolah lingkungan dengan bijak. Di kawasan Kaliurang ada suatu rangkaian kejadian menarik yang dapat membuktikan keeratan itu. Mei 2004 ditemukan sarang Elang Hitam yang berisi induk beserta anaknya. Berkenaan dengan itu penduduk sekitar dan berbagai kelompok pencinta satwa liar menjaganya selama 2 bulan lebih dari penjarah. Pada tahun 2005 berdasarkan informasi penduduk, ditemukan lagi sarang Elang Hitam (berisi induk dan anak) dan mereka bekerjasama untuk mengamankannya. Tahun ini, April 2006 warga Kinahrejo memberitahukan keberadaan sarang Elang Hitam (berisi induk dan anak) lagi dan menjaga dari pencuri. Sampai sekarang 3 anakan tersebut semakin membesar dan sudah dapat terbang. Data yang berhasil dikumpulkan memberikan sinyalemen bahwa pengganggu kelestarian alam (hewan dan tumbuhan) malahan orang dari jauh (banyak yang menyebut: MUNTILAN, malu aku jadinya).

Di lingkungan Magelang, juga terbentuk komunitas yang bernama Gerakan Masyarakat Cinta Air. Hal ini menyikapi banyak hilangnya mata air dikarenakan aktivitas eksploitasi besar-besaran terutama pasir menggunakan alat-alat berat. Siapa lagi pengusaha yang mampu mendatangkan modal sebesar itu kalau bukan orang dari jauh...(red. bukan penduduk Merapi).

Kekayaan budaya Merapi jangan pula dianggap remeh. Tersebutlah seniman-seniman tradisi yang dalam kesehariannya selalu bercengkerama dengan seni. Seni dipandangnya sebagai jalan hidup, bukan jalan untuk mendapatkan kekayaan. Pandangan seperti itulah yang menyebabkan kesenian masih eksis disana. Di satu kampung seringkali tidak hanya satu jenis kesenian yang mampu mereka bawakan.

Satu kekhawatiran adalah dampak dari perkembangan alat komunikasi terutama televisi yang begitu mudah didapatkan dan memberikan informasi secara vulgar. Di lain sisi di tengah maraknya literasi di Indonesia, pertumbuhan media tersebut sangatlah rendah di pelosok gunung.

Keprihatinan itu memberikan inisiatif pada kami dari RUMAH PELANGI untuk menyelenggarakan GUNUNGKU RUMAHKU. Yakni sebuah rintisan perpustakaan bagi lingkungan Magelang, khususnya Merapi. Ide dasarnya memberikan alternatif informasi melalui media buku pada masyarakat serta membentuk komunitas yang tetap cinta pada tanah dan air yang telah menghidupinya.

Berawal pada hari Minggu tanggal 7 Mei 2006 bertempat di Tempat Pengungsian Akhir Tanjung, Muntilan melakukan aktivitas bermain bersama anak-anak pengungsi, melakukan kreativitas tangan, serta membuka perpustakaan di pengungsian. Setiap hari GUNUNGKU RUMAHKU buka di tempat tersebut. Saat ini pengelolaan sudah mulai dilimpahkan pada anak-anak pengungsi seperti administrasi peminjaman-pengembalian buku, penataan buku, pendaftaraan peserta kegiatan, dll. Minggu besok, tanggal 21 Mei akan dilangsungkan HARKITNAK (Hari Kebangkitan Anak) yakni berupa lomba menggambar secara berkelompok yang masing-masing terdiri dari 5 orang menggunakan media kertas manila ukuran besar (1/2 plano) dan alat pensil serta krayon. Tentu saja untuk menyemangati diberikan suatu penghargaan bagi mereka yang dinyatakan terbaik oleh dewan juri serta satu orang sebagai peserta favorit. Penyelenggarakan HARKITNAK diupayakan oleh anak-anak. Orang dewasa hanya bersifat memandu.

Satu hal yang tidak dapat terlepas disini adalah akrabnya anak pengungsi dengan anak-anak dari desa Tanjung sendiri. Mereka saling kenal dan bermain bersama. Tercatat di buku anggota GUNUNGKU RUMAHKU sebanyak 90 anak pengungsi (terutama dari Dusun Gowok Pos) dan 38 anak desa Tanjung.

Adakah rekan-rekan yang tertarik untuk berpartisipasi mensukseskan GUNUNGKU RUMAHKU?

Saat ini buku bacaan yang sudah dikelola anak-anak tersebut sejumlah 370 buku dan 125 majalah anak yang merupakan sumbangan dari Gramedia Pustaka Utama, Gramedia Majalah Yogyakarta, dan komunitas 1001buku Jogja. Selain itu masih terdapat buku sumbangan dari Elex Media Yogyakarta serta Grasindo Yogyakarta yang sedang disortir. Ada pula partisipasi dari 1001buku Jakarta yang sedang dalam perjalanan.

Forum Indonesia Membaca, Jakarta melalui mbak Aan Sriyani memberikan bantuan Rp 500.000,- untuk kesuksesan acara-acara yang akan diselenggarakan. Pak Ndori, seorang rekan di Muntilan membelikan pensil sebanyak 96 buah dan 50 penghapus. Rumah Pelangi sendiri mempunyai stok 1 rim kertas hvs ukuran A3 yang selama ini telah digunakan untuk menggambar. 200 bahan dasar notes dan pernik biji-bijian yang telah digunakan berkreasi mereka.

Selama ini pula ternyata banyak ide-ide yang belum tergarap karena kemampuan sumber daya yang ada. Ada banyak kerajinan tangan yang akan ditularkan pada mereka namun membutuhkan banyak gunting, alat pewarna, dan lain-lain.

Bagi kami, dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan selama ini bukan dalam bentuk fisik jeprat-jepret (hee..hee.. karena memang tidak punya) namun dokumentasi nurani, yakni ketika anak-anak senang ikut berkegiatan, anak-anak mencatat dalam memorinya apa saja yang telah dilakukan bersama.

Apabila tertarik memberikan ide, kritik, saran ataupun mau berpartisipasi dalam bentuk lain, dapat menghubungi: RumahPelangi@yahoo.com

ataupun telpon ke:

- Gunawan: 0818 - 0272 3030

- Gambir Wismantoko: 0813 - 1818 1669

- Nilam Anis Suwari: 0818 - 0424 0161

- Bahar Sukoco: 0818 - 0419 5259.

0 comments: