December 31, 2005

GENERASI YANG HILANG (???)


SINGKAT CERITA:

RUMAH PELANGI mengadakan penggalangan dana untuk keberlangsungan kegiatannya. Jarak dengan penggalangan dana sebelumnya untuk sekolah seorang penggiatnya baru selesai Agustus 2005 lalu dan ada rasa malu apakah pantas/tidakkah melakukan fundrasing lagi. Namun, banyak rekan di luar RUMAH PELANGI mendukungnya dan memberikan berbagai pertimbangan diantaranya bahwa penggalangan dana memang patut dilakukan oleh organisasi asal sesuai dengan tujuan yang baik. Ada pula yang mengatakan bahwa penggalangan dana memang harus dilakukan 24 jam dalam satu hari karena suatu organisasi selalu bergerak dimana salah satu pendukungnya adalah masukan kas. Pendapat lain lagi mengatakan, penggalangan dana tidak terhenti dengan sendirinya apabila telah memperoleh dana dari penggalangan sebelumnya karena event yang akan dilakukan organisasi berbeda. Selain itu kami mencoba membolak balik berbagai buku tentang etika-etika penggalangan dana.

Apabila tertarik mengetahui lebih lanjut, dapat membaca imel panjang dibawah ini. Selain itu kami sangat berterima kasih apabila imel ini dapat diteruskan ke beberapa rekan lain / organisasi yang sekiranya memahami tentang penggalangan dana. Tidak lupa, mohon masukan, kritik dan sarannya. Terima kasih.

======================
LATAR BELAKANG:

RUMAH PELANGI ada ketika Gunawan, Gambir, dan Desi berkumpul untuk membahas perlunya suatu wadah untuk kegiatan generasi muda. Awalnya dari ketiga orang ini yang sudah mengenal semuanya adalah Gambir yang kemudian mempertemukan Gunawan dan Desi. Pada perbincangan itu ternyata masing-masing mempunyai obsesi sama yang telah dipendam lama namun tidak jua terlaksana karena terpikirkan minimnya kemampuan. Bersamaan dengan itu ada sebuah rumah kosong yang direncanakan disewakan oleh orang tua salah seorang pendiri tersebut. Menyikapi hal tersebut mereka mensiasati agar rumah itu digunakan sebagai pusat kegiatan yang dicita-citakan, yakni dalam hal ini selaku kantor serta tempat berkumpul karena suasana lingkungan yang menarik dan berjauhan dengan rumah penduduk. Rumah tersebut terletak dikelilingi oleh 2 kolam ikan di kanan kirinya serta sawah di depan maupun belakangnya dan juga ruang-ruang kosong yang telah bersekat. Amatlah disayangkan apabila kesempatan menggunakan rumah tersebut terlepas karena disewakan pihak lain. Tindaklanjut kemudian adalah minta ijin untuk memakainya dengan menyatakan menyewanya dan itu dimulai tanggal 7 Maret 2004. Meskipun demikian sampai sekarang belum pernah terjadi transaksi berkenaan dengan itu dan organisasi belum pernah mengeluarkan biaya perawatan pula.
Pada perkembangannya, di RUMAH PELANGI ada beberapa aktivitas untuk anak dan remaja dimana ada kalanya pasang dan surut karena masih mencari format yang tepat disesuaikan kemampuan orang-orang yang terlibat didalamnya dan juga jadwal kegiatan mereka di luar komunitas. Hal yang tidak dapat disangka pada mulanya adalah banyaknya para remaja (kebanyakan anak SMA) dan juga dewasa (99.8 % pengangguran) yang rajin datang untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan. Apabila menilik kampungnya mereka berasal dari beberapa kecamatan di sekeliling Muntilan, yakni Kecamatan Borobudur, Salaman, Dukun, Salam, Sawangan, Mungkid dalam radius +-25km.
Saat ini aset yang dimiliki adalah buku-buku sejumlah kurang lebih 600 buku cerita yang semuanya merupakan sumbangan. Sebuah rak buku yang digunakan untuk menatanya merupakan pinjaman dari sesepuh di dusun Kadirojo, tempat RUMAH PELANGI berada. Aset paling berharga komunitas adalah semangat rekan-rekan yang berdatangan dari berbagai kecamatan sekitar. Mereka sangat antusias akan keberadaan RUMAH PELANGI meskipun selama ini dalam kondisi “bersahaja”. Kas organisasi sama sekali 0 (nol) karena tiadanya iuran dari anggota yang terdiri dari anak-anak, remaja SMP/A, dewasa pengangguran. Kegiatan selama ini dapat terselenggara berkat “iuran-bantingan”. RUMAH PELANGI sendiri keberadaannya sudah diakui oleh organisasi-organisasi/individu-individu di sekitar Yogyakarta maupun lingkungan Kabupaten/Kodia Magelang dan mereka seringkali mengunjungi komunitas untuk melihat lebih dekat.

PERMASALAHAN:

Pemilik rumah beberapa minggu lalu menyatakan akan menyewakan rumah yang digunakan sebagai markas tersebut pada siapa saja yang menginginkan dengan nilai kontrak Rp 4.000.000,- (empat juta rupiah) selama dua tahun. Dana itu sendiri akan digunakan untuk perawatan rumah dan memasang langit-langit (eternit). Selain itu, satu hal fatal apabila kehilangan rumah untuk berteduh adalah hilangnya tempat untuk berkumpul, berkomunikasi bersama, dan melakukan kegiatan sehingga anggota akan tercerai-berai dengan kelesuan semangat serta kekhawatiran hilangnya kegiatan yang selama ini telah dibangun (GENERASI YANG HILANG).

SOLUSI:

Pada pertemuan hari Sabtu, 1 Oktober 2005 segenap anggota RUMAH PELANGI berkumpul membahasnya dan menyatakan untuk tetap mempertahankan rumah tersebut dengan pertimbangan memang sudah selayaknya komunitas melakukan perawatan/perbaikan mengingat RUMAH PELANGI sendiri dapat berdiri karena kondisi awal mensiasati hal tersebut. Pendapat para pendiri adalah, apabila siasat satu setengah tahun dulu tidak sukses / tidak diijinkan pemilik rumah, RUMAH PELANGI sampai sekarang masih merupakan obsesi dan semua yang berkumpul disini mungkin tidak/belum saling kenal. Toh, uang sewa juga akan dikembalikan pada perawatan/perbaikan rumah yang digunakan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah dengan mengontrak (bukti tertulis) terhadap rumah tersebut, komunitas tidak akan direpotkan oleh ketidakpastian waktu penggunaan rumah. Apabila tidak ada kontrak, pemilik bisa setiap saat menggusur dengan menggunakan beberapa alasan. Ada pertimbangan pula untuk mencoba mencari rumah lain, namun hal tersebut juga akan menghadapi permasalahan yang sama dimana secara moral kita mengeluarkan sejumlah dana untuk perawatan/perbaikan rumah yang akan ditempati. Belum lagi kondisi lingkungan baru apabila pindah harus mengadakan penyesuaian-penyesuaian lagi dalam berbagai hal. Berdasarkan kesepakatan dengan pemilik, RUMAH PELANGI diberi waktu untuk mengontraknya per 1 Januari 2006.

Keputusan ingin menyewa rumah yang digunakan selama ini tentu saja berimplikasi pada bagaimana tindakan penggalangan dana. Dalam hal ini ada dua kegiatan yang dilakukan:

1. Fundraising dari masyarakat/organisasi yang peduli
Waktu realisasi: 1 Oktober 2005 – 31 Desember 2005.
Langkah yang dilakukan:
a. Melalui imel ke beberapa rekan dan milis
b. Melalui Surat Pembaca di beberapa harian.
RUMAH PELANGI akan memberikan tanda mata bagi para donatur.
Melalui imel ini sudilah kiranya rekan-rekan / organisasi berpartisipasi. Apabila tertarik
lebih lanjut dapat menghubungi: Yessy Widi Hananta ( 0819 - 3173 2866 )

2. Kegiatan/Event Lomba
Waktu realisasi: Februari 2006.
Permodalan kegiatan/event lomba ini berupa “iuran- bantingan” dari penggiat RUMAH PELANGI yang dikumpulkan semenjak sekarang. Diharapkan mendapat bantuan dana dari sponsor dan memperoleh keuntungan dari pendaftaran peserta. Upaya di atas didukung dengan pembentukan panitia “PEDULI RUMAH PELANGI”, yang terdiri dari:

Penanggung Jawab:

Yessy Widi Hananta
( 0819 – 3173 2866)
Anggota RUMAH PELANGI
Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris semester 3 Fakultas Keguruan dan Pendidikan
Universitas Sanata Dharma – Yogyakarta

Bendahara / Sekretaris:

Fatimah Herdianti
( 0813 – 2875 8402 / 0856 – 4303 4045 )
Anggota RUMAH PELANGI Siswa Kelas 3 (XII)
SMA Negeri I Muntilan

Dewan Pengawas:

Gunawan Julianto
( 0818 - 0272 3030 / 0293 - 587 992 )
Pendiri RUMAH PELANGI
Pengangguran

Desi Derius
Pendiri RUMAH PELANGI
Relawan Perpustakaan Keliling USC-Satunama
Calon Pengajar Paruh Waktu Teater Anak di sebuah TK – di Yogyakarta

Gambir Wismantoko
( 0813 - 1818 1669 )
Pendiri RUMAH PELANGI
Petani.

Rekening:

Gambir Wismantoko
BCA Muntilan, a/c: 104 – 013 – 0272.

Imel:

Milis:

Warga-RumahPelangi@yahoogroups.com
Untuk pendaftaran milis harap kirim imel kosong ke:
Warga-RumahPelangi-subscribe@yahoogroups.com

PUNKER JUGA MANUSIA


Besok, tanggal 12 November, mengingatkan agenda yang dikemas oleh RUMAH PELANGI tepat satu tahun yang lalu. Acara tersebut berjudul KAFILAH YANG TERTINGGAL, yakni berupa pembacaan puisi dan gerak teatrikal rekan-rekan di jalan Kawedanan, Muntilan dalam upaya menyambut lebaran. Kegiatan ini berawal dari keinginan rekan-rekan untuk mengadakan buka bersama di RUMAH PELANGI. Namun rasanya lebih tepat jika hal tersebut juga dinikmati oleh orang banyak. Tiga hari menjelang tanggal tersebut baru diputuskan format acara lalu mencari tempat yang memungkinkan serta segera mengurus perijinan. Dari alternatif yang ada terpilihlah Jl. Kawedanan yang merupakan suatu jalan cukup lebar (2 arah) sepanjang 50 meteran berujung di (bekas) kantor Kawedanan dimana disisi kiri dan kanan adalah rumah penduduk. Di pintu masuk jalan itu merupakan jalan Pemuda, yakni jalan utama di kota Muntilan. Kita menggunakan kurang dari setengah ruas jalan tersebut sehingga kendaraan masih bisa masuk-keluar kawasan dengan leluasa.

Dari segi tampilan acara tersebut bisa dikatakan tidak sukses. Berdasarkan evaluasi teridentifikasi dua hal utama, yakni:

1. Persiapan yang kurang, karena acara tersebut benar-benar mendadak (disiapkan tiga hari).
2. Perijinan yang dipertanyakan. Permintaan penggunaan tempat tersebut sudah diijinkan oleh beberapa tokoh kampung sesuai petunjuk dari mereka. Surat dari Polsek setempat pun sudah dikantungi. Namun, pada saat acara beberapa orang silih berganti bertanya-tanya sehingga mengganggu konsentrasi rekan-rekan.

Dari sudut semangat rekan-rekan untuk berpartisipasi saya salut. Bagaimana tidak? Dalam suasana puasa mereka bekerjasama mempersiapkan segala sesuatunya. Properti yang digunakan sangatlah sederhana. Menggunakan kain-kain yang ada, memanfaatkan daun-daun kering serta meminjam kotak-kotak buah milik pedagang terdekat akhirnya terbentuklah panggung sederhana beralaskan aspal. Penyelenggaraan acara tersebut didanai dari patungan dari rekan-rekan. Adapun kebanyakan dari mereka adalah pelajar SMA dan pengangguran. Kolekte uang yang terkumpul terhitung kurang lebih Rp 50.000,- dan dibelikan makanan untuk menu buka bersama. Nominal itupun pada akhirnya tertutup juga karena selama beberapa teman mengatur tempat, teman yang lain berinisiatif bermain musik di keramaian jalan pemuda dan mendapatkan sumbangan sepanjang jalan itu.

Keterlibatan orang di acara itu sampai berakhirnya kurang lebih ada 30 remaja dan dewasa. Total anak yang terlibat adalah dua orang usia SD. Salah seorang diantaranya bernama NANA, anak kelas 3 SD Pangudi Luhur, Muntilan. Hal yang menggelikan adalah ketika seorang rekan yang bernama CHOLIL mengatur rambutnya dengan gaya punk. Yakni mencuat keatas. Njeprak bahasa jawanya. Tentu saja dengan pernak-pernik miliknya. Selama menjelang acara NANA ini sangat berhasrat untuk ikut sehingga semenjak pagi dia bolak balik ke RUMAH PELANGI bertanya kapan berangkatnya. Begitu rambut CHOLIL berdiri, NANA tidak kelihatan batang hidungnya. Saya cari di beberapa sudut kampung tidak juga ditemukan. Akhirnya ada rekan lain yang bisa mengajak ke Jalan Kawedanan. Pada saat itu sama sekali kita tidak tahu kalau ternyata dia ketakutan dengan CHOLIL. Selama acara berlangsung pun kita tidak menyadarinya. Hal tersebut terungkap satu hari setelahnya. Setiap bertemu NANA, dia selalu menanyakan apakah CHOLIL ada di RUMAH PELANGI. Padahal sebelumnya keduanya sangat akrab dan sering bercanda.

Namun sekarang semuanya telah berlalu karena CHOLIL sudah bekerja di Pontianak. NANA sudah tidak ketakutan, tentu saja karena tidak bertemu CHOLIL. CHOLIL sering mengirim pesan, apakah ada agenda-agenda terdekat di RUMAH PELANGI...

RUMAH PELANGI menjalankan aktifitasnya bukan karena satu unsur agama, namun mempunyai keyakinan bahwa semua agama baik adanya. Selain pernah mengadakan acara untuk menyambut datangnya Idul Fitri tersebut diatas, RUMAH PELANGI diberi kesempatan untuk pentas tari di halaman gereja. Hal tersebut dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2005 sore hari, seusai misa kemerdekaan di Gereja Santo Antonius Muntilan. Lebih dari separuh penari beragama Islam. Bahkan, karena area gereja yang luas dan jauh dari keramaian, rekan-rekan sering menggunakan tempat itu untuk bercengkerama dan berlatih.

Akankah semangat seperti itu pudar karena kita tidak memberikan kesempatan pada mereka?

Akankah potensi remaja-remaja ini hilang sia-sia?

Ada beberapa sahabat yang sudah menyediakan diri untuk membantu. FORUM INDONESIA MEMBACA menyumbangkan satu unit komputer. Satu orang teman menyumbangkan USB-FLASH DISH. Ada sahabat lain yang sebelumnya tidak kenal sudah bersedia untuk sedikit membantu secara rutin per bulan.
Dimanakah peran kita??

December 09, 2005


ALL FOR ONE, ONE FOR ALL ( #1 )


Hari ini termasuk dalam rangkaian Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang berlangsung selama 16 hari (25 November - 10 Desember). Tahun kemarin (24 November 2004) hal tersebut diperingati dalam sebuah acara yang bertajuk MALAM AKSI SERIBU LILIN yang berlangsung di Gedung DPRD I Jawa Tengah di Semarang dan diselenggarakan oleh Jaringan Peduli Perempuan dan Anak. Saat itu, Sahabat Perempuan - Muntilan mengajak Rumah Pelangi untuk turut serta dalam kegiatan tersebut di atas dengan satu permintaan bahwa mereka hanya mempunyai anggaran untuk dua orang saja. Menyikapi hal tersebut ada rasa was-was karena nantinya mungkin ada rasa kecemburuan diantara rekan-rekan Rumah Pelangi siapa yang mau berangkat. Sesuai dengan kesepakatan dengan Sahabat Perempuan bahwa dengan dana yang ada the show must go on. Setelah sebelumnya melakukan kegiatan di Jalan Kawedanan dua hari menjelang lebaran (ingat cerita berjudul PUNKER JUGA MANUSIA) segera diputuskan bahwa lebaran pertama harus segera dipersiapkan karena waktu yang cuma ada 9 hari. Pak Dani, salah seorang yang rajin ke Rumah Pelangi menyanggupi untuk membuat skenario. Tapi susah juga karena persyaratan awal hanya dua orang. Othak-athik gathuk, orang Jawa bilang. Dengan beberapa pertimbangan, dua rekan yang akan ke Semarang tersebut adalah Nindya dan Indri, dua remaja yang bersekolah di SMAN 1 Muntilan. Tetap saja akhrinya cerita yang berkembang untuk tiga orang dimana satunya adalah Pak Dani sendiri. Judul cerita yang dibuat Pak Dani adalah DUA dimana mengisahkan dua orang perempuan pekerja pabrik yang dieksploitasi atasannya. Meskipun demikian, banyak juga rekan lain yang tertarik untuk ikut berangkat ke Semarang. Apa akal? Saya ceritakan bahwa kas Rumah Pelangi saat itu adalah Rp 50.000,- yang seluruhnya merupakan pendapatan ketika melakukan kegiatan KAFILAH YANG TERTINGGAL dalam menyambut lebaran di Jalan Kawedanan. Saya sendiri mempunyai uang di saku sebanyak Rp 25.000,- sehingga keseluruhan ada Rp 75.000,- Satu tantangan lain yang terjadi adalah selama dua hari Pak Dani juga mempunyai tugas mengantarkan orang menjelang hari H. Siang hari menjelang keberangkatan, masih juga beberapa rekan datang untuk menanyakan siapa saja yang mau berangkat, disamping Pak Dani sendiri masih dalam perjalanan pulang dari Jakarta dan masih belum tahu juga mereka akan ke Semarang naik apa. Rasa cemas tentu saja ada. Kurang lebih jam 2 sore barulah Pak Dani datang. Kebetulan masih membawa mobil yang dicarter. Keputusan segera dibuat bahwa anggaran untuk dua orang tersebut digunakan untuk membeli bensin sehingga mobil memungkinkan memuat beberapa orang lain. Akhirnya yang berangkat adalah: 1. Pak Dani - sopir, sutradara, pemain 2. Nindya - pemain 3. Indri - pemain 4. Ida - pemusik 5. Doyok - pemusik 6. Saya - suporter 7. Santi - Sahabat Perempuan (selamat siang mbak Santi....bagaimana kabar Aceh sekarang) Tiba di tempat acara, ternyata disitu telah menunggu dua orang Rumah Pelangi yang lain. Mereka adalah Upat dan Kholil (dua orang punker yang menakutkan Nana kecil pada cerita PUNKER JUGA MANUSIA). Tanpa kami ketahui, dua orang tersebut berinisiatif pokoknya berangkat ke Semarang. Entah bagaimana ceritanya mereka bisa sampai sana, sampai kota besar Semarang, walahualam. Dua kekuatan baru itu menambah personal pemusik. Satu surprise adalah bahwa malam itu adalah ulang tahun yang ke 17 bagi rekan Nindya Alzais yang kebetulan ikut serta sehingga dapat dirayakan sederhana setelah acara di dalam warung kaki lima. Selamat ultah yang ke 18 Nin... Ada lagi cerita lain tentang kemanfaatan mengajak anak-anak Rumah Pelangi. Satu diajak...yang lain pasti siap membantu... All for One, One for All, masih akan berlanjut....tunggu saja. Apabila tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang RUMAH PELANGI, dapat juga mengakses: www.rumahpelangi.blogspot.com. Tertarik akan gambar-gambar penggiat Rumah Pelangi...coba akses: www.rumahpelangi.blogspot.com... terima kasih...


LUCU-LUCU LUGU-LUGU
Muntilan terletak kurang lebih 80 km dari Semarang, ibukota Jawa Tengah dan 30 km dari Yogyakarta. Jalan utama yang juga merupakan pusat kota adalah penghubung kedua kota itu. Secara umum kota Muntilan merupakan pusat bagi wilayah kecamatan sekitarnya. Banyak pedagang bertransaksi disini.

Warga setempat seringkali merasa kurang percaya diri apabila berhadapan dengan orang-orang dari kedua kota di atas. Hal tersebut karena lingkup pergaulan, informasi, serta pendidikan yang terasa berbeda.

Dusun Kadirojo terletak + - 1 kilometer dari pusat ekonomi kota Muntilan. Disinilah lokasi Rumah Pelangi. Apabila menilik suasana kampungnya, di sebelah kiri Rumah Pelangi adalah warga pendatang yang mayoritas adalah pegawai, sedangkan sebelah kanan merupakan penduduk setempat yang sudah sekian puluh tahun ada dan berprofesi sebagai petani serta buruh harian.

Ketika kita ada aktivitas di Rumah Pelangi anak-anak dari lingkungan tersebut banyak berdatangan. Mereka dengan akrab bertutur sapa dengan siapa saja yang datang. Satu hal yang bikin menggemaskan adalah ketika yang namanya konsumsi ada di hadapan kita. Mereka tanpa malu-malu selalu menyambutnya dengan bergairah. Masih saja berebutan ketika muncul kesempatan untuk menikmatinya. Mereka menjadi satu dengan kita pula ketika kita sedang asyik berbincang dengan tamu.

Satu hal yang lucu dan bikin malu adalah ketika anak-anak tersebut diajari oleh rekan-rekan filateli Yogyakarta. Mereka bercerita panjang lebar tentang perangko. Ketika waktunya pamit pulang, baru saja mereka keluar pintu dan belum masuk mobil, makanan yang masih ada di karpet ludes habis. Untung saja para tamu itu tidak kembali masuk rumah, bisa gawat, melihat tingkah anak-anak berebutan. Mungkin tepat pula kalimat di iklan: ”Belum satu menit”.
Tertarik untuk mencoba, silahkan datang dan bawa oleh-oleh untuk mereka. Pasti akan disambut hangat.

Tidak anak-anak tidak pula remajanya.

Yang namanya Nilam, adalah seorang siswi SMA. Setiap kali bertemu dengan tamu selalu dengan sigap menanyakan alamat dan mencatatnya. Beberapa kali ketemu dengan tamu dari negeri seberang sangat antusias untuk berkenalan dan tidak lupa menanyakan alamat rumahnya. Apakah akan didatangi atau disuratinya mereka. Secara olok-olok saya katakan, jaman sekarang orang nanya itu alamat imel dan menjalin komunikasi dengan media itu. Bagaimana dia akan surat menyurat dengan teman luar negerinya dimana perangko sangat mahal?

Pada liburan kenaikan sekolah bulan Juli kemarin, Rumah Pelangi mengadakan pelatihan internet bagi para anggotanya selama 4 hari. Tercatat 12 orang mengikutinya. Pelatihan dilangsungkan atas kebaikan hati pengelola fasilitas internet di Telecenter, yang ada di Pondok Pesantren Pebelan, Mungkid. Pengajar kebetulan saya sendiri. Hasil pelatihan adalah mereka saat itu mampu menggunakan fasilitas imel gratisan, mempunyai imel gratisan (dan tercatat pula sebagai anggota milis
warga-rumahpelangi@yahoogroups.com), dan chatting, serta penelusuran situs-situs.

Kemajuan lain adalah, si Nilam yang saya sebutkan diatas, sekarang selalu bertanya pada rekan dari jauh alamat imelnya.
Namun sayang sekali, karena beberapa kendala, rekan-rekan disini belum dapat lagi menggunakan fasilitas internet.

Rumah Pelangi secara rutin siaran langsung setiap Selasa malam jam 20.00- 21.00 mempunyai acara KABAR BIANGLALA yakni sebuah wawancara ringan tentang sos-bud dengan berbagai narasumber. Pada malam itu bisa dipastikan adalah waktunya kumpul segenap anggora Rumah Pelangi. Apabila hari tidak hujan, kurang lebih 8 orang akan didapatkan di studio saat itu. Mereka datang disitu selain sebagai presenter (dua orang), pembawa apresiasi puisi, operator telpon, operator rekaman, dan niatan kumpul-kumpul. Apakah yang terjadi selama satu jam siaran?
Pada saat-saat itu, nampak rekan-rekan keluar masuk studio siaran untuk sekedar menemani rekannya yang di dalam, sekedar mendengarkan, dan ketika diberikan waktu untuk membaca puisi, atau bercerita, mereka segera keluar dari studio, pindah diluar menikmati hidangan yang mestinya diprioritaskan untuk narasumber. Saat ini sudah ada 24 edisi yang berarti 25 minggu siaran di radio tersebut. Oh ya, perbedaan 24 dan 25 itu terjadi karena pada tanggal 5 Juli 2005 lalu yang seharusnya siaran, tepat lima menit sebelum siaran, tepat lima menit sebelum siaran, tepat lima menit sebelum on-air , presenter, operator siaran, narasumber sudah masuk ruang siar, dan rekan-rekan di luar sudah siap merekam, mengoperasikan telpon ternyata listrik di kota muntilan mendadak mati.

Ada seorang remaja pendengar setia KABAR BIANGLALA bernama Nyit-nyit yang selalu memberikan kritik dan saran setiap siaran. Letak geografis dia yang jauh dari kota Muntilan menyebabkan harus pintar-pintar menempatkan radionya pada gelombang yang tepat dan arah yang tepat. Selain itu pula tentu saja kiat khusus agar dapat menangkap frekwensi 94.8 FM dimana Rumah Pelangi mengudara. Pada malam itu dipastikan dia ada di atap rumah hanya untuk mendengarkan siaran. Muntilan sebagai kota kecil, seringkali lampu mati jika hujan agak deras datang. Penduduk setempat sudah dapat memperkirakan apakah listrik akan mati lama ketika saat-saat itu tiba. Berkenaan listrik mati ini, ada hal menarik dari pendengar setia ini. Waktu itu dia sudah siap di atap rumah untuk menunggu cerita narasumber. Listik di Muntilan mati namun di kotanya, yakni Magelang tetap menyala, sehingga dia tidak tahu kebingungan apa yang tengah melanda kami. Kurang lebih jam 20.10 WIB dia menelpon studio dari wartel dekat rumahnya dan bercerita bahwa baru saja menendang radionya sampai lantai bawah karena mengira tidak dapat menemukan siaran KABAR BIANGLALA.

Tertarik dengan cerita Rumah Pelangi. Dapat klik:
http://www.rumahpelangi.blogspot.com/. Selain itu disitu ada fasilitas pula untuk melihat gambar-gambar teman-teman Rumah Pelangi. Lihatlah ekspresi mereka ketika mendapatkan pelatihan filateli..
lihatlah ketika mereka main musik dengan alat apa adanya.

December 08, 2005

BAYAR SATU DAPAT BANYAK
Selasa, 13 Desember 2005 bertempat di LIA, Rumah Pelangi mendapat undangan pada lokakarya tentang perpustakaan. Ada satu kata menarik terucap dari pemateri yang mewakili Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, yaitu ungkapan bahwa di Riau ada dana, di Yogya ada ada otak. Saya berbisik pada dua orang generasi muda Rumah Pelangi, yang ikut acara tersebut (Bahar dan Ridwan), KALO RUMAH PELANGI PUNYA MASSA. Mungkin ada untungnya pula, ketika pemilihan kepala daerah...haa..haa..haaa..
Itulah Rumah Pelangi..selalu lebih dari satu orang yang datang.
Ada seorang anggota Rumah Pelangi yang menjadi sukarelawan di sebuah institusi (yang menurut kami sangat besar) di Yogyakarta. Institusi tersebut (perlu disebut namanya tidak yaa??) sering kali mengadakan kegiatan untuk berbagai hal. Apa yang menarik disini? Rekan kami ini, selalu saja mohon ijin ke lembaga yang bersangkutan untuk membawa kawan-kawan Rumah Pelangi untuk membantunya..dan untungnya juga diperkenankan dengan syarat bala-kurawa nya tidak usah banyak-banyak.

Apa maksud mengajak orang-orang Rumah Pelangi untuk membantu. Satu hal tentu saja untuk meringankan pekerjaan. Namun, hal yang mendasar sebenarnya adalah memberikan masukan pada penggiat Rumah Pelangi tentang aktivitas organisasi lain, tentang pentingnya mengenal mereka sehingga dapat ngangsu kawruh.

Selain itu, upaya lain pembelajaran adalah membawa mereka kesana kemari ke berbagai organisasi dan berbagai perhelatan. Setiap Rumah Pelangi mendapatkan undangan, satu hal yang tidak pernah terlewatkan adalah pertanyaan pada pengundang: "Dapatkah saya membawa teman".

Pernah ada pertanyaan bahwa kelihatannya anak-anak Rumah Pelangi seringkali ubyang-ubyung (berombongan, rame-rama, red.) ke suatu tempat hanya untuk nonton kesenian tradisional. Jawaban dari saya adalah: Itu salah satu proses pembelajaran. Diharapkan dari datang menonton tidak karena keramaian yang terjadi namun bagaimana mereka mengelola pertunjukan, apa makna perhelatan yang diadakan, dsb. Itu lagi-lagi kembali pada mereka. Apakah mereka ubyang-ubyung itu sekedar hura-hura atau untuk menimba ilmu. Toh mereka sudah beranjak dewasa, sudah dapat memilih apakah perlu ikut dalam arus ubyang-ubyung atau tidak.

Benar pula pembatasan jumlah peserta dalam rombongan. Soalnya apabila ada perhelatan menarik dan ditawarkan ke Rumah Pelangi, mereka dengan bersemangat berkeinginan untuk ikut. Untungnya pula di Rumah Pelangi hanya ada beberapa gelintir yang mempunyai motor, sehingga dengan sendirinya sudah merupakan kendala alamiah bagi mereka.

Saya ingat pula ketika ada undangan untuk wawancara radio di sebuah stasiun di Yogyakarta, 28 Januari 2005. Kutanyakan apakah diperkenankan membawa teman dan ketika jawaban OK yang keluar kita saat itu berenam naik motor malam-malam datang ke Yogyakarta (+- 30 km) untuk mengisi acara Dialog Seni Kita jam 21.15 - 22.15 WIB dan masing-masing bergiliran menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Siaran ini pulalah yang memberikan inspirasi Rumah Pelangi sehingga dapat menanggapi ajakan sebuah radio di Muntilan setengah tahun sebelumnya untuk membuat acara rutin mingguan yang bernama KABAR BIANGLALA. Cerita tentang itu tentu saja tidak akan selesai kali ini. Makanya simak saja terus kabar Rumah Pelangi.

Atau dapat pula mengklik: rumahpelangi.blogspot.com dimana akan mendapatkan cerita tentang komunitas.

Saat ini kami sedang mengadakan penggalangan dana untuk dapat lebih mengembangkan Rumah Pelangi. Ada beberapa cara kesertaan bagi yang tertarik. Tidak hanya dalam bentuk materi, namun juga dalam bentuk saran serta kritik yang membangun. Sudah ada pula beberapa rekan yang dengan senang hati memberikan bantuan.

Forum Indonesia Membaca mempercayakan satu komputer dalam bentuk hibah untuk dipergunakan Rumah Pelangi. Seorang rekan lain tergerak pula untuk membelikan satu buah flash disk baru. Ada pula beberapa kawan dari jauh yang tertarik lebih jauh tentang Rumah Pelangi.

Adakah rasa ingin tahu tentang siapa saja penyumbang selama ini dan aset apa yang dimiliki Rumah Pelangi? Harap sabar untuk mendapatkan info itu dari imel ini.

Kami berterima kasih pula karena ada beberapa rekan lain yang berinisiatif meneruskan imel-imel Rumah Pelangi pada berbagai pihak lain. Salut atas bantuannya.

Info lanjut, harap imel ke:
RumahPelangi@yahoo.com

tertarik untuk mendapatkan info secara otomatis di milis, kirim saja imel kosong ke:
warga-rumahpelangi-subscribe@yahoogroups.com

kontak melalui telpon dapat menghubungi Gunawan di: 0818 - 0272 3030
akhir kata:
selamat hari natal bagi yang merayakan, damailah bumi ini
selamat tahun baru 2006 bagi semuanya.

December 07, 2005


KUNINGISASI RUMAH PELANGI


MAS BANDI. Demikianlah penjaga Rumah Pelangi sebenarnya. Dia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap tempat yang kami gunakan. Tugasnya adalah merawat rumah beserta isinya yang dipercayakan oleh pemilik rumah. Pada awal Desember tiba-tiba dia datang membawa beberapa kaleng cat. Rupanya mendapatkan tugas untuk mengecat keseluruhan rumah karena pada tanggal 31 Desember, salah seorang anak pemilik rumah akan melangsungkan pernikahan dan Rumah Pelangi akan digunakan sebagai tempat menginap keluarga jauh. Selama beberapa hari dia sendirian membersihkan keseluruhan rumah lebih seksama dibandingkan biasanya. Meskipun dia lebih berwenang menentukan keadaan rumah tersebut namun tetap saja tidak berani merubah letak barang-barang milik komunitas (memangnya Rumah Pelangi punya aset?? hee..hee..heee). Awalnya rumah tersebut ditinggali olehnya. Namun karena aktivitas keseharian yang agak jauh dari situ menyebabkan mas Bandi tidak menempati. Pagi hari datang untuk bersih-bersih dan mematikan lampu. Sore hari datang untuk menyalakan lampu serta mengecek apa yang ada di lingkungan rumah. Tidak heran apabila disana terdapat perlengkapan makan minum miliknya.

APA YANG TELAH KAMI PERBUAT TERHADAPNYA..
Mestinya banyak hal buruk yang telah kami perbuat terhadapnya. Bagaimana tidak? Rekan-rekan disini dengan seenaknya membuang sampah di sembarang tempat. Sama sekali tidak punya tanggung jawab terhadap kebersihan. Sudah beratus kali diberikan pengertian bahwa kita hanyalah menempati dan itu akan memberikan pandangan negatif. Selain itu terkadang beberapa rekan membawa makanan minuman untuk pengisi perut. Mereka seringkali menggunakan peralatan milik mas Bandi dan juga selama beberapa hari tidak pula mencucinya. Tidak hanya itu... ada beberapa peralatan pecah belah yang pecah namun sampai sekarang belum pula diganti.

Tenggat waktu 31 Desember 2005 sebagai akhir Rumah Pelangi menempati rumah tersebut menjadikan momentum bagi kami untuk belajar lebih menghargai orang lain. Berkenaan dengan adanya pernikahan anak pemilik rumah, kami bersepakat untuk berkewajiban mensukseskan acara yang akan dilangsungkan. Oleh karena itu, terwakili oleh seseorang kami berhasrat berbuat apa yang kami bisa. Setelah melalui perbincangan akhirnya diberi mandat membuat undangan, suvenir, dan juga dokumentasi.
Teman-teman di Rumah Pelangi ternyata lebih gila dari yang saya bayangkan. Beberapa rekan selama tiga minggu dalam 24 jam mereka ada di Rumah Pelangi untuk membuat suvenir berupa pigura foto dari kertas karton dihiasi pernik-pernik dari biji-bijian. Mereka keluar rumah hanya sebentar-sebentar ketika merasa jenuh dan ingin menengok rumah masing-masing. Selain itu sebagian lain datang membantu ketika ada waktu luang. Yaaa...karena mereka masih pelajar, jadi pulang sekolah mampir sampai sore untuk meramaikan suasana.
COBA TEMAN-TEMAN BAYANGKAN....
Masing-masing tidak ingin pigura yang satu sama dengan yang lain...jadinya dari keseluruhan 350 pigura kami mempunyai 350 motif. Haa...haaa... menyikapi hal tersebut alangkah sayangnya kalau dilewatkan begitu saja. Oleh karena itu berbekal kamera digital milik seorang kawan, satu persatu pigura kami dokumentasikan. Dengan penuh yakin pula kami mendeklarasikan bahwa sekarang punya divisi usaha pembuatan suvenir dan sudah mempunyai sampel banyak sekali....
GAYUNG BERSAMBUT.
Mungkin itulah judul yang tepat ketika setiap hari pada jam-jam biasanya istirahat kerja, rantangan datang menghampiri. Tuan rumah mungkin pula merasa kasihan ketika kami tekun membuat suvenir, sehingga tanpa terlambat sehari tiga kali selama tiga minggu itu konsumsi datang memberikan kami semangat untuk berbuat yang terbaik. Pada hari resepsi, yakni Minggu 31 Desember 2005, kami bertanggungjawab terhadap dokumentasi. Apa yang dapat kami perbuat? Kebetulan ada kawan-kawan dari Yogyakarta yang secara profesional terbiasa untuk itu. Satu tim datang membantu mengabadikannya dengan kamera. Satu orang lagi dibantu beberapa orang Rumah Pelangi mendokumentasikan dengan handicamnya.
Tanggal 1 Januari 2006 adalah dimulainya era menyewa (sebenarnya) lokasi tempat aktivitas kami. Keputusan tersebut kami ambil karena terpikirkan bahwa kami seharusnya merawat apa saja yang dipercayakan. Selain itu ada pemikiran bahwa sewa-menyewa lebih kuat dibandingkan hanya menempati area. Kembali ke cerita awal berdirinya Rumah Pelangi. Rumah Pelangi ada karena rumah tersebut. Kenapa bisa? Sudah semenjak lama beberapa kawan berinisiatif membuat sebuah komunitas yang riil namun masih saja ragu kapankah itu terjadi. Ada rumah kosong yang kabarnya mau disewakan. Dengan berbekal sok yakin, kami menyatakan menyewanya dan kemudian menduduki dan menggunakan tempat itu sampai sekarang. Tanpa upaya nekad itu mungkin saja kami belum dapat berkumpul.
Pemilik rumah berencana memperbaiki rumah dengan menambah plafon / atap karena selama ini belum ada dan ada rintik air ketika hujan datang. Kami berencana untuk menyewanya (secara riil) dan itu juga untuk biaya plafon tersebut. Jadi bisa dikatakan nantinya yang diuntungkan lagi-lagi Rumah Pelangi. Selain itu, seperti yang disebutkan diatas bahwa kekuatan menyewa tentunya lebih dibandingkan hanya menempati. Meskipun demikian, sampai sekarang pun kami masih bisa disebut wanpretasi karena belum dapat menindaklanjuti hal tersebut. Lagi-lagi tentang suvenir. Ketika mengetahui upaya kami membuat suvenir, ada seseorang memesan 300 buah untuk acara pernikahan tanggal 8 Januari 2006. Kami membuatkannya notes yang berbahan baku kertas daur ulang diberi motif biji-bijian. Lumayan... dari pembuatan itu kami mempunyai kas Rp 200.200,- (duaratus ribu duaratus rupiah). Rekan-rekan yang terlibat dalam perjuangan satu bulan ini mendapatkan 1 pin cantik spesial bergambar lukisan Dini Kamilasari, seorang anak kelas III SDN I Muntilan, jago lukis. Dua kali menang di level internasional, beberapa kali lomba lukis nasional, 31 kali lomba lukis di lingkup Ja Teng dan DIY. Pada bulan Agustus 2005 dia diundang ke Jakarta dan menjadi salah satu ANAK BERBAKAT NASIONAL. Tanggal 1 November 2006 dia menjadi narasumber di acara radio KABAR BIANGLALA yang dipandu Rumah Pelangi. Dalam wawancara dia menyatakan: TERSERAH TUHAN, ketika ditanyakan cita-citanya. Meskipun diselingi istirahat dan diputarkan lagu, masih pula TERSERAH TUHAN ketika pertanyaan yang sama diulangi. Tertarik suvenir ataupun melihat pin buatan Dini Kamila Sari? Coba klik: www.RumahPelangi.blogspot.com.
Naaa..naaa..jadi inget, kami mohon bantuan informasi tentang penjual bahan dan peralatan untuk membuat pin. Terpikirkan untuk menjadikannya salah satu sumber kas apabila punya usaha itu. Kami sudah mencoba mencari info di lingkungan Yogya dan Magelang namun belum ada yang memberitahukannya. Ada yang bercerita bahwa di Bandung dan Jakarta mudah ditemukan bahan dan alat itu. Namun dimanakah?

Mohon kesediaannya memberitahukan melalui imel di: RumahPelangi@yahoo.com.

Ingin tahu lebih lanjut tentang Rumah Pelangi?
telpon ke: 0818 – 0272 3030

August 11, 2005

LUCU LUGU # 02
Jaman gini masih ada cerita macam Ajisaka? Ya...itu pernah terjadi di Rumah Pelangi. Ceritanya gini...hari rabu pagi, setelah malamnya beberapa rekan menginap di Rumah Pelangi, semua orang pada keluar termasuk saya dimana langsung ke Yogya dan nginap di Yogya. Ternyata seharian itu Ridwan masih juga ada di Rumah Pelangi. Dompet saya ketinggalan dan tidak ada isi uang kecuali SIM B1 sehingga saya cuekin saja. Tidak tahunya, Ridwan, seorang lulusan SMA tahun kemarin, dengan sabar menungguin dompetku sehingga tidak berani pulang. Baru setelah magrib, dia pergi ke salah seorang teman yang sering ke Rumah Pelangi dan pulang ke rumahnya yang kurang lebih 6 km yakni di daerah Blabak, dekat pabrik kertas. Setiap orang tua pasti menyanyangi anaknya dengan sepenuh hati. Pastilah perkembangan buah hatinya dicermati dengan tepat. Tapi sudahkah terlintas / memperhatikan anak – anak di sekelilingnya. Cobalah perhatikan mereka. Pada tanggal 2 Agustus 2005 siaran radio yang dibawakan Rumah Pelangi yang bernama KABAR BIANGLALA mengundang Ibu Ve Dwiyani seorang psikolog dan penulis buku untuk bercerita tentang dunia anak. Dia sampaikan bahwa: Kita semua sebenarnya punya mahaguru yang sudah ada di sekeliling kita, yakni ANAK. Belajarlah dari mereka.
TIA, seorang anak kecil sekolah TK. Seringkali datang ke Rumah Pelangi untuk bermain bersama yang lain. Dia itu idaman teman-teman remaja dewasa yang ada di Rumah Pelangi. Bagaimana tidak? Dia masih kecil berbadan padat, berkulit putih, berambut merah dan termasuk paling berani diantara yang lain.. Bahkan dengan anak-anak usia di atasnya baik laki-laki/perempuan dia berani melawannya. Pernah suatu kejadian, dia mengambil kertas milik teman bermainnya. Dia menolak dituduh itu, hee..hee..padahal saya liat memang dia melakukan itu. Dia tetap bersikeras bahwa tidak melakukannya. Teman-temannya yang kebanyakan usia diatasnya secara spontan bersama-sama mengolok-olok. Haa..haa..haa...beberapa diantara mereka ditantangnya sambil mendorong... Mau tahu foto Tia? Klik: www.rumahpelangi.blogspot.com. Sudah kupasang fotonya ketika memakai baju wana hijau. Oh ya, di tempat kami dia banyak dijuluki sebagai TIA API...karena rambutnya yang merah. Karena usianya yang termasuk dini, Tia tentu saja kadang tidak nyambung kalo diajak cerita. Pernah pula mau pinjam buku, kutanya, buku yang kemarin sudah dikembalikan belum. Dijawabnya: “Tidak meminjam”. Secara sepintas aku berpikir, mungkin salah aku bertanyanya sehingga kutanyakan lagi: “Kemarin dulu pinjam tidak”, dia jawab: “Iya, dan masih di rumah”.
Haa...haa...

January 18, 2005




Tidak asyik rasanya membaca cerita
tanpa melihatnya

""SATU GAMBAR BERJUTA CERITA""

klik saja:



sudilah kiranya memberikan kritik dan saran
untuk pengembangan RUMAH PELANGI